Latar Belakang Manajemen Pembangunan


Dalam suatu kehidupan, manusia tidak akan bisa terlepas dari suatu perencanaan. Menurut Gallion dan Eisner dalam buku Pengantar Perancangan Kota, perencanaan adalah suatu upaya untuk menciptakan perkembangan yang teratur di daerah perkotaan dan mengurangi konflik-konflik sosial dan ekonomi yang akan membahayakan kehidupan dan hak milik. Sedangkan menurut Dror (1963), perencanaan adalah suatu proses yang mempersiapkan seperangkat keputusan untuk melakukan tindakan dimasa depan. Dari dua definisi perencanaan tersebut dapat dilihat beberapa kata kunci yang mendefinisikan perencanaan yaitu upaya menuju lebih baik dan masa depan. Jadi sebenarnya suatu perencanaan merupakan suatu upaya manusia untuk menuju sesuatu yang lebih baik pada masa depan. Dari definisi tersebut maka dalam menciptakan kota yang baik dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar pada tahun-tahun ke depan tercapai implementasi dari perencanaan yang sesuai harapan.

Namun nampaknya dalam mewujudkan suatu perencanaan menjadi kenyataan akan sangat sulit karena terdapat beberapa kendala atau GAP. Kendala ini dapat muncul akibat benturan kepentingan antar stakeholders, kurangnya informasi, dan lain-lain. Dengan adanya GAP tersebut maka akan menghambat terealisasinya suatu rencana. Untuk menghadapi hal tersebut maka dibutuhkan suatu manajemen pembangunan yang baik untuk memperkecil bahkan menghapus kendala yang ada.

Menurut Ricky W. Griffin, manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Sedangkan pengertian pembangunan (Inayatullah, 1967) adalah perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan, yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Maka definisi manajemen pembangunan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengntrolan yang dilakukan untuk mencapai pola masyarakat yang punya kontrol sehingga dapat merealisasikan rencana yang telah dibuat.

Pembangunan kota-kota di Indonesia akhir-akhir ini mengalami kemunduran secara berkala. Karena kualitas pembangunan yang terjadi di Indonesia tidak termanajemen dengan baik. Hal inilah yang perlu disoroti dari pembangunan di kota-kota sekarang ini. Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa manajemen pembangunan sangat susah untuk diterapkan di Indonesia. Padahal negara kecil seperti Singapura memiliki manajemen pembangunan yang baik sehingga pembangunan yang terjadi terintegrasi. Dengan adanya integrasi pembangunan akan memudahkan masyarakat kota itu sendiri dalam akses pada sarana dan prasarana.

Perencanaan kota yang diterapkan pada kota-kota di Indonesia tampaknya masih terdapat kekurangan pada bagaimana cara memanajemen kotanya. Oleh sebab itu diperlukan penerapan teori manajemen pembangunan ketika melakukan proses perencanaan kota. Dasar dari teori manajemen pembangunan adalah Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Keempat hal tersebut tidak boleh dipisahkan dari suatu pembangunan kawasan perkotaan. Misalnya saja pada Kota Banda Aceh yang mulai menerapkan manajemen pembangunan untuk melakukan pembangunan infrastruktur pasca bencana. Setelah bencana tsunami terjadi, banyak infrastruktur pada kota tersebut yang rusak sehingga masyarakat tidak mampu mengakses fasilitas tersebut. Berangkat dari permasalahan tersebut maka pihak pemerintah melakukan kerjasama dengan para pihak asing. Pihak asing disini berupa pihak swasta yang mencoba membantu membangun infrastruktur yang rusak total. Kemitraan inilah yang mempermudah pembangunan pada Kota Banda Aceh karena tentunya tidak akan kendala dalam hal dana. Banyak lembaga asing, seperti USAID dan UNICEF yang ikut berperan aktif dalam hal pendanaan dengan mengajak perusahaan internasional ternama, seperti Microsoft dan Chevron. Dengan begitu proses manajemen pembangunan sudah diterapkan pada kota di Indonesia untuk memperkecil kendala yang ada. Namun pada pelaksanaannya kurang berjalan dengan lancar akibat pendekatan yang diplih untuk menuju implementasi dari rencana kurang tepat dan terkadang samar-samar. Oleh sebab itu dibutuhkan pendekatan manajemen pembangunan agar sesuai dengan tujuan awal.

Namun yang menjadi kendala pada Kota Banda Aceh saat ini adalah bantuan yang diberikan tidak bersifat terus-menerus dan hanya bersifat sementara. Sehingga masyarakat dituntut untuk menjadi lebih mandiri pada tahun-tahun ke depan dan menciptakan suatu kemandirian lokal. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak mengalami ketergantungan dengan bantuan yang diberikan. Karena masyarakat Banda Aceh harus segera pulih dari keterpurukan dan mengembalikan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi seperti sedia kala. Hal ini bisa terwujud dengan menerapkan manajemen pembangunan yang baik.

Rumah, Perumahan, Permukiman


1. Pengertian Rumah
a. Rumah merupakan tempat berlindung dari pengaruh luar manusia seperti iklim, musuh, penyakit, dan sebagainya. Untuk dapat berfungsi secara fisiologis, rumah haruslah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan seperti listrik, air bersih, jendela, ventilasi, tempat pembuangan kotoran dan lain-lain. (koesputranto, 1988)
b. Rumah merupakan suatu bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat. Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya. Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. (Sarwono dalam Budihardjo, 1998 : 148)

2. Pengertian Perumahan
a. Perumahan merupakan tempat tiap individu yang ada saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain serta memiliki sense of belonging atas lingkungan tempat tinggalnya. (Abrams, 1964 : 7)
b. Perumahan merupakan salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan masyarakatnya. Hal ini berarti perumahan di suatu lokasi sedikit banyak mencerminkan karakteristik masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. (Pedoman Perencanaan Lingkungan Perumahan, 1983 : 24)
c. Perumahan dapat diartikan sebagai suatu cerminan dan pengejawantahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya dan dapat juga mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan peradaban manusia penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa. (yudhohusodo, 1991: 1)


3. Pengertian Permukiman
a. Permukiman memiliki dua arti, yaitu (De Van Der Zee dalam Ritohardoyo, 2006 : 6) :
- Proses dengan cara apa orang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah
- Hasil atau akibat dari proses tersebut
b. Permukiman dapat diartikan sebagai jumlah besar rumah yang terletak pada kawasan tertentu, yang dapat berkembang, atau diadakan dan dikembangkan untuk dapat mengakomodasi sejumlah besar keluarga yang memerlukannya. Berkembang dapat diartikan sebagai tumbuh secara organis tanpa macam-macam pemikiran, sedang diadakan dan dikembangkan berarti telah menempuh berbagai proses dan pertimbangan yang mempengaruhi pemilihan lokasi, struktur ruang, lingkungan, besaran, letak bangunan sampai bentuk detail konstruksi dan bahan bangunan. (Hermanislamet, 1993)
c. Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Berarti permukiman memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang hanya merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman merupakan perpaduan antara wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya di dalamnya). (Kuswartojo dan Salim, 1997: 21)

Sumber :
Abrams, Charles. 1964. Man’s Struggle For Shelter In An Urbanizing World. London : Cambridge.
Budihardjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung : Alumni.
Kuswartojo, Tjuk dan Suparti A. Salim. 1997. Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Dan Kebudayaan
Pedoman Perencanaan Lingkungan Perumahan. 1983.
Yudhohusodo, Siswono. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat. Jakarta : Yayasan Padamu Negeri.

Land Readjustment Kawasan Perkotaan


Land readjustment (penyesuaian lahan) merupakan salah satu penataan lahan yang berbasis pada peningkatan lahan itu sendiri. Maksudnya adalah lahan yang semula kurang dioptimalkan, kemudian diadakan penataan terhadap lahan tersebut agar dapat lebih bermanfaat. Penataan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada penataan lahannya saja, melainkan beserta manajemen, aktivitas, dan bangunan yang berada di atas lahan itu. Land readjustment dapat dikelola secara bersama-sama atau dikelola secara sepihak oleh pihak swasta maupun pihak pemerintah. Land readjustment biasanya dilakukan terhadap lahan yang semula pertanian menjadi lahan perkotaan. Menurut Archer (1987), land readjustment adalah teknik di mana sekelompok pemilik lahan yang ada di perkotaan, digabungkan dalam satu kemitraan untuk perencanaan terpadu. Pelayanan dan pembagian tanah dilakukan dengan membagi seluruh biaya dan keuntungan antara pemilik tanah.

Metode yang digunakan dalam land readjustment ini adalah menata kembali batas-batas peruntukan lahan berdasarkan arahan zonasi dalam rencana tata ruang. Kemudian, dengan menyesuaikan batas-batas kepemilikan tanah, maka dapat diperoleh lahan yang dikontribusikan untuk ruang publik atau prasarana kepentingan umum lainnya. Maka dari itu, prinsip dasar metode ini adalah replot (penyesuaian batas lahan) à reshuffle (penyesuaian lokasi) à contribution (kontribusi lahan). Adapun ketentuan dalam penentuan batas kepemilikan didasari bahwa:

· 25% dari total lahan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan ruang public lainnya.

· 15% dari total lahan digunakan untuk sertifikasi, biaya legalisasi

· 60% dari total lahan dikembalikan kepada pemilik lahan.

Konsep land readjustment ini diprakarsai oleh Presiden George Washington (Presiden Amerika Serikat), untuk membangun Kota Washington pada tahun 1791. Konsep ini bermula ketika beliau membentuk suatu kesepakatan dengan para tuan tanah yang tanahnya akan dikembangkan. Sedangkan sebuah kerangka hukum yang berkaitan dengan land readjustment tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Lex Addickes di Frankfurt-am-Main, Jerman, pada tahun 1902. Konsep land readjustment telah sukses diterapkan di Jepang (tahun 1870) dan Jerman (sekitar 100 tahun yang lalu), diikuti oleh Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand, dan telah diujicobakan pada beberapa lokasi di Amerika, Asia, hingga Eropa. Beberapa varian yang lebih sederhana dari land readjustment adalah land consolidation (Taiwan dan Indonesia), land banking (Australia), dan sebagainya.

Adanya penataan lahan dengan metode land readjustment ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya meliputi:

1. Memungkinkan dilakukannya suatu pembangunan terencana terhadap lahan dan jaringan infrastruktur, sehingga bisa dihindari terjadinya pembangunan “lompatan katak”, dimana berbagai fungsi lahan campur aduk dalam satu kawasan. Umumnya, masalah yang dihadapkan oleh pengembang di berbagai negara Asia adalah pembangunan yang tidak teratur dan kurangnya akses ke jalan umum. Selain itu, banyak pemilik lahan yang enggan untuk menjual tanahnya kepada developer, sehingga developer kesulitan untuk menemukan lahan yang dapat memadai pembangunan gedung (fungsi lahan yang sama) dalam satu kawasan. Maka dari itu, pembangunan gedung seringkali menyebar atau disebut lompatan katak. (Archer, 1987).

2. Dapat mengendalikan laju dan lokasi pembangunan perkotaan yang baru, karena pemerintah memiliki kekuasaan penuh dalam menata kembali peruntukan lahan untuk proses pembangunan dan penyediaan infrastruktur. Akan tetapi, pemilik tanah juga tetap ikut andil dalam pembangunan tersebut, karena bagaimanapun juga tanah tersebut adalah milik mereka. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kemitraan atau hubungan yang erat antara pemerintah dan pemilik tanah.

3. Memperjelas status kepemilikan lahan dan sistem pendaftaran tanah. Dengan status kepemilikan lahan yang jelas, nantinya juga dapat menyebabkan peningkatan pendapatan masyarakat dari pajak properti.

4. Dapat meningkatkan kesetaraan dalam distribusi lahan, sehingga lahan tidak hanya dimanfaatkan bagi kalangan pemilik lahan di dalam kawasan saja, tetapi bisa juga menjadi sarana untuk memberikan akses dalam pembangunan perumahan berpenghasilan rendah.


Video Global Warming Buatan Saya


Dari delapan artikel yang telah dibuat sebelumnya saya mencoba menyimpulkannya dalam bentuk video agar memudahkan anda dalam melihat fenomena global warming secara lebih mendalam. (terutama untuk anda para planner)




Bagaimana??
Apakah anda telah mengetahui betapa berbahayanya dampak global warming dan sudah tahu kan siapa penyebabnya??
marilah bersama-sama kita mencegahnya dengan memulai dari diri kita sendiri

Category: 0 comments

“Lingkungan Biotik”


Upaya preservasi dan konservasi keanekaragaman hayati merupakan tindakan nyata untuk memelihara lingkungan dengan menjaga keberlangsungan mekhluk hidup dalam suatu ekosistem. Upaya preservasi dilakukan tanpa melakukan pemindahan habitat ke habitat lain. Usaha preservasi dilakukan dengn pengoptimalan lingkungan tempat tinggal makhluk hidup menjadi lebih nyaman dan sesuai dengan kondisi aslinya sehingga makhluk hidup tersebut dapat terus berkembang biak dan terhindar dari kepunahan. Sedangkan konservasi dilakukan dengan melakukan pemindahan makhluk hidup ke habitat baru. Untuk konservasi manusia menyediakan lahan untuk habitat baru makhluk hidup dan dilindungi dengan regulasi dan sanksi hukum yang kuat. Keanekaragaman hayati harus dilindungi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Karena dalam jaring-jaring makanan ada yang dimakan dan memakan. Jika terjadi kesenjangan antara yang dimakan dan memakan maka akan timbul permasalahan baru seperti overpopulation dan kelaparan.
Preservasi sangat penting untuk dilakukan menjaga kelangsungan hidup makhluk hidup sehingga terwujud pembangunan keberlanjutan. Karena untuk mewujudkan pembangunan keberlanjutan harus didasari dengan jaminan keanekaragaman hayati sehingga tercipta stok makanan yang cukup dan berarti menciptakan jaring-jaring makanan yang kuat. Jika itu semua dapat dilaksanakan maka akan terwujud ekosistem yang stabil sebagai fakor utama penciptaan pembangunan keberlajutan.
Banyak sekali keuntungan dan manfaat yang diperoleh jika preservasi dilakukan. Jika dilihat dari nilai ekonomi, tindakan preservasi berarti menyediakan cukup makanan. Selain itu dapat pula diolah sebagai obat-obatan tradisional dari tumbuhan yang berkhasiat. Selain itu dapat menjadi eco tourism dengan menampilkan keberagaman hayati yang dimiliki dalam habitat aslinya. Jika dilihat dari sisi sosial budaya maka tindakan preservasi merupakan tindakan kearifan lokal dan upaya pendidikan yang harus dilakukan sejak dini untuk mengetahui bahwa manusia tidak hidup sendiri di bumi dan harus saling menjaga satu sama lain. Pikiran-pikiran (biosentrisme dan ekosentrisme) seperti inilah yang harus dilakukan guna mewujudkan kestabilan ekosistem. Selain itu ada pula manfaat dari nilai lingkungan, yaitu perlindungan pesisir dari abrasi dengan menjaga biota yang ada di daerah pesisir, dapat memperkecil dampak bencana seperti banjir dengan tidak melakukan pembabatan hutan, dan dapat pula meningkatkan daya dukung lingkungan.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dilakukan preservasi dan konservasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian tentang hayati yang dilakukan di Indonesia karena negara ini memiliki hutan hujan tropis yang sangat besar dengan menyimpan keanekaragaman hayati. Namun nampaknya dalam usaha preservasi dan konservasi banyak mengalami kendala, seperti banyaknya pemburuan hewan-hewan langka untukdijadikan obat-obatan dan faktor ekonomi. Serta masih banyak orang yang menjadikan hewan langkan sebagai koleksi sehingga hewan langka ersebut tidak hidup pada habitatnya. Ini semua terjadi akibat lemahnya regulasi dan sanksi hukum yang diterapkan oleh pemerintah. Selain itu usaha pembangunan yang kurang peka terhadapa lingkungan juga menyebabkan usaha preservasi dan konservasi terhambat. Hal ini terjadi akibat pembangunan jalan pada daerah-daerah konservasi yang menyebabkan hilangnya daerah tersebut,seperti membelah hutan. Selain itu tekanan urbanisasi yang menyebabkan meningkatnya lahan terbangun juga dianggap sebagai pemicu terjadinya degradasi lingkungan. Usaha pembangunan komersial juga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, seperti pembangunan tambang dan pariwisata. Usaha-usaha komersial tersebut kurang ramah terhadap lingkungan, misalnya pembangunan tambang galian C di dearah Meteseh, Tembalang, Kota Semarang yang membabat hutan dan mengakibatkan tanah longsor di daerah tersebut.
Tindakan preservasi dan konservasi yang baik dapat dilakukan jika terjadi pelibatan masyarakat dalam usaha penciptaan lingkungan yang baik. Jadi masyarakat lokal turut menjga ekosistem yang berada di sekitarnya.Sehingga masyarakat lokal berperan sebagai agen perubahan dalam menjaga ekosistem dan mengubah kebiasaannya. Misalnya saja di Kalimantan, banyak penduduk lokal yang menebang pohon jati untuk dijual dan banyak kerjasama dengan pihak lain yang merugikan lingkungan. Penebangan pohon tersebut tidak diikuti dengan penanaman kembali sehingga hutan di Kalimantan menjadi rusak dan gundul. Selain itu banyak masyarakat imigran di Kalimantan yang membakar hutan untuk dijadikan kawasan permukiman dan sawah. Manajemen preservasi dan konservasi dapat juga dilakukan dengan penciptaan eco tourism yang terintegrasi dengan lingkungan, seperti Bali zoo, Waikambas di Lampung, Ujungkulon di Jawa Barat, dan lain-lain. Dengan begitu maka usaha mempertahankan habitat asli akan dijaga dan dilarang untuk memburu satwa di dalamnya. Dengan begitu maka pelestarian lingkungan akan terjaga sehingga keberlangsungan hidup satwa langka dapat terus dijaga. Selain itu untuk menjaga lingkungan, eksploitasi dapat dilakukan dari hasil budidaya manusia, seperti budidaya terumbu karang sehingga manusia tidak mengambil langsung dari alam namun dari hasil budidaya. Dengan begitu maka tejadi regenerasi terhadap terumbu karang sehingga tidak akan terjadi kepunahan. Hal ini juga dapat diterapkan pada flora dan fauna yang lain.
Usaha preservasi dan konservasi dapat dilakukan jika terjadi sinergisitas dalam peran stakeholders. Seperti pembentukan LSM dan komunitas pecinta lingkungan untuk penggalangan dana usaha penanaman pohon dan pelestarian kawasan pesisir. Selain itu pihak pemerintah juga harus mampu menerapkan regulasi dan sanksi hukum yang tegas dan peka terhadap lingkungan. Jika regulasi dapat diterapkan dengan tegas maka akan memberikan sanksi yang tegas pada pemburu liar.
Yang dapat dilakukan dalam usaha preservasi dan konservasi lingkungan yaitu dengan penerapan teknologi yang ramah lingkungan sehingga lingkungan dapat terjaga. Selain itu menjaga lingkungan dapat juga diterapkan dengan penggunaan meberl berbahan baku bukan dari kayu, serta mengurangi penggunaan kertas. Seharusnya diterapkan sistem daur ulang terutama pada sampah yang tidak dapat diuraikan oleh alam.

“Lingkungan Kultural”


Struktur sosial masyarakat selalu barubah dari satu masa ke masa yang lain. Perubahan tersebut membawa dampak pada perilaku masyarakat dari waktu ke waktu. Misalnya saja perubahan masyarakat dari berburu menjadi sampai sekarang (masyarakat modern) yang juga mengubah perilaku dan orientasi manusia akan lingkungannya. Pada saat masih berburu masyarakat kuno menggunakan alat-alat tradisional serta memiliki kearifan lokal pada lingkungan sekitarnya. Namun seiring dengan perkembangan sosial yang terjadi mengakibatkan hilangnya kearifan tersebut akibat perilaku masyarakat yang kurang ramah terhadap lingkungan. Pada masa pertanian banyak masyarakat yang mulai memburu hewan dan memusnahkan tumbuhan yang dianggap mengganggu hasil panen. Selain itu dengan perubahan perilaku ini menimbulkan konflik baru yaitu perebutan hak atas air guna irigasi dan kepemilikan lahan pertanian yang pada jaman itu belum jelas pembagiannya.

Setelah era pertanian maka muncul revolusi industri yang diawali dengan penemuan mesin uap pada tahun 1700an yang dimulai dari Inggris. Mesin uap digunakan untuk pengairan irigasi pertanian dan mesin industri. Mesin ini menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Batu bara yang dibakar akan menimbulkan gas-gas yang dapat mencemari udara. Inilah awal dari degradasi lingkungan yang diperbuat oleh manusia ketika awal penemuan mesin berbahan bakar. Perkembangan teknologi inilah yang menyebabkan kerusakan lingkungan terus terjadi. Hal ini menunjukan bahwa manusia mulai mengabaikan lingkungan dan memilih bersikap antrhoposentrisme. Revolusi industri mengakibatkan terjadinya urbanisasi sehingga terjadi ledakan penduduk di kota yang melebihi daya dukung kota tersebut.

Perusakan lingkungan menjadi semakin parah ketika ditemukannya moda transportasi berbahan bakar batu bara dan bensin. Banyak penduduk yang mulai menggunakan kendaraan bermesin mengakibatkan meningkatnya polusi udara. Selain itu dengan muncul banyak industri yang kurang ramah lingkungan juga mendukung terjadinya polusi udara yang mengakibatkan global warming.